Wednesday, August 1, 2007

Sial

Apakah kau pernah merasa bahwa hidupmu merupakan perpindahan dari satu kesialan ke kesialan yang lain? Bahwa hidupmu serasa diliputi kegelapan. Bahkan kau sudah dapat meramalkan masa depanmu sendiri dengan tepat, yaitu kau akan selalu "sial".
Mungkin saat kau merasa selalu sial bukanlah sesuatu perkara yang besar. Namun bagaimana saat orang yang berada di dekatmu merasa sial karena kehadiranmu? Apalagi meraka adalah orang-orang yang kau cintai. Seakan kau merasa sebuah kutukan keabadian menyinggapimu. Kau terkutuk. Kau membawa sial. Kehadiranmu musibah bagi yang lain.

Aku pernah merasakan itu. Sangat perih dan pedih. Bahkan suara hatiku seperti deruman suara pesawat berteriak sakit di jiwa. Coba mencari jawaban akan semua kesialan itu. Apakah benar aku sial? Kenapa Tuhan memberikan nasib ini kepadaku? Apa salahku sehingga didekatku mereka menjadi sial? Apakah benar hidupku akan terus sial? puluhan pertanyaan berputar dan berseliweran tak karuan dikepalaku.

Mencoba mencari jawaban yang ada malah rasa terpuruk. Perasaan merasa keberadaan diri ini menjadi sia-sia. Hanya dengan sebuah pernyataan-pernyataan ringan seorang teman mungkin, atau orang tua, atau saudara, atau malah kekasih. Bagi mereka yang mengucapkan mungkin terasa ringan. Namun bagi jiwa yang memikulnya. Beban itu terasa sangat berat. Seberat dunia dan seluruh isinya.

Tapi kau jangan khawatir, ini adalah perasaan-perasaan orang yang dengan sebuah pernyataan kemudian mendramatisir abis semuanya.

"Kenapa ya, kalau ada kamu kita selalu sial?" atau
" Hidupmu memang membawa sial keluarga ini" atau
" Selama aku berhubungan dengan kamu, aku selalu dirundung sial"

Pernah mendengar perkataan seperti itu? atau yang sejenisnya? atau kau sendiri pernah mengucapkannya untuk seorang teman, adik, kakak, atau pacarmu sendiri?

Kalau kau pernah dituduh sebagai pembawa sial. Yakinlah, kau hanya jadi kambing hitam dari kesialan orang tersebut. Kalaupun suatu musibah menimpa seseorang dikarenakan kesilapanmu. Yakinlah, kau hanya perantara dari kehendakNya.

Yang harus kau lakukan pertama-pertama sekali adalah jangan mendramatisir keadaan sehingga kau menggambil tempat di sudut yang sengaja di sediakan oleh orang yang mengatakan kau sial. Anggaplah bahwa dia hanya butuh seseorang yang dijadikan tumbal untuk kegagalan didirnya sendiri, dan kau orang yang terpilih itu karena kau berada tepat disaat yang tidak tepat. So, kau bukan si pembawa sial.

Kalau kesialan orang tersebut berhubungan denganmu dikarenakan kesilapanmu, maka cepat-cepatlah minta maaf. Namun tetaplah berfikir proporsional. Seperti mengganti kata-kata sial dengan musibah, agaknya bisa sedikit meringankan. Kau manusia bukan Nabi apalagi Tuhan yang tidak pernah berbuat salah. Kesalahan hal yang lumrah, manusiawi, namun jangan menjadikan ini alasan untuk terus berada dalam kesalahan. Teruslah belajar dan memperbaiki diri. Dan ingat mungkin melalui dirimu Tuhan lagi mengetes orang lain. Jadi tetap berfikir positif ya. kesalahanmu bila dimafaatkan dengan benar untuk orang lain akan menjadi nilai lebih buat dirinya, Dan saat kau dapat menyikapi ini dengan baik pula maka kau akan lebih baik dalam

Tapi bagaimana kalau " pembawa sial" itu sering diucapkan orang-orang untukmu? hhhmmmm... Kayaknya harus mulai dipikirkan kalau kau mungkin benar-benar membawa sial. Wkakakakakaka...becanda...becanda...

Kupikir, sekali atau seribu kali sama saja kalau kau mulai mendramatisir keadaan dan mengambil tempat di sudut untuk memposisikan dirimu. Mulailah dengan tidak terlalu sensitif dan mengerti mereka dengan menganggap apa yang mereka katakan hanya pelarian dari ketidak mampuan diri mereka sendiri. Karena Apa yang menimpa diri kita sejatinya adalah buah dari perbuatan kita sendiri. Tidaklah logis saat kau melakukan kejahatan maka orang lain yang kena getah dari pohon kejahatan yang kau lakukan, begitu juga sebaliknya.

Dan bagi kalian yang telah mengatakan "kau membawa sial" kepada orang lain. mulailah untuk menjaga mulut kalian. karena itu perkataan menyakitkan. Baik kau bercanda apalagi serius mengatakannya. Terima dengan besar hati ketidak mampuan dirimu, agar di lain waktu bisa memperbaikinya. Dan minta maaflah pada orang yang kalian sakiti. Karena seperti yang kukatakan "mengucapkan mungkin terasa ringan. Namun bagi jiwa yang memikulnya. Beban itu terasa sangat berat. Seberat dunia dan seluruh isinya".