Thursday, June 21, 2007

Part I ; Rekreasi Kelas

Ku tahu dia adalah seorang dari keluarga yang memiliki status ekonomi menengah keatas. Paling tidak sebagian besar dari kebutuhan-kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi olehnya atau keluarganya dengan baik.

Malam itu dikota yang sama sekali asing baginya namun sangat sering dia impikan untuk berkunjung kesana, Jakarta. Dia beristirahat di sebuah kamar hotel dengan tarif Rp 355.000/semalam setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari istananya selama ini, tempat seperti itu sudah menjadi standar baginya.

Selain datang untuk mengurus adiknya yang akan kuliah di pulau Jawa itu, ia juga datang untuk memenuhi undangan temannya yang ingin memperlihatkan sisi kehidupan lain kepadanya.

Memang sangat luar biasa baginya, baru saja semalam ia berada disebuah kamar hotel yang nyaman lengkap dengan segala fasilitas seperti mini bar, tempat tidur empuk, kamar mandi bersih dan pendingin ruangan yang menambah kenyamanan kamarnya. Namun di malam berikutnya ia harus menginap disebuah kamar kontrakan berukuran 2 x 2,5 meter seharga Rp 240.000/bulan yang…ah…tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya. Tidur dilantai hanya dengan beralas karpet lusuh, kadang berteman tikus dan kecoa.

Dikatakan ini rekreasi kelas karena ini bukan hal yang akan dia hadapi selamanya, ini hanya sekedar memenuhi rasa keingin tahuannya akan dunia lain dari dunia yang selama ini dikenalnya. Sebuah rekreasi kelas, turun dari kehidupan kelasnya yang biasa.

Bukan hanya pemikiran yang butuh beradaptasi dengan perubahan ini tetapi jiwa dan terlebih-lebih fisik bekerja ekstra untuk mengikuti perubahan dalam rekreasi kali ini. Bila dahulu maag adalah penyakit yang datang dikarenakan diet ketat demi menjaga bentuk tubuhnya, kini maag dikarenakan makan yang seadanya (kadang ada, kadang puasa).

Aku pernah melihat senyumnya saat itu, disiang yang panas. Senyum yang mencoba memahami makna rekreasi yang sedang dijalaninya. Ada rasa iba dihatiku namun aku melihat sebuah kekuatan disana. Kekuatan untuk memahami sesamanya. Bukan aku saja, tapi aku juga tahu dia berharap ini tidak hanya rekreasi dan kemudian menjadi kenangan tentang perjalanan hidupnya, tetapi bisa membekas dan bermanfaat. Sehingga dia memiliki pisau analisa yang tajam tentang hidup dan kehidupan ini. tidak hanya bersimpati tetapi juga berempati. Berempati…ini mengingatkan aku akan kata-kata sahabatku sahabatku yang lahir di abad ke-6 itu Muhammad bin Abdullah

"Gambaran orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling berempati di antara sesama mereka adalah laksana satu tubuh, jika ada sebagian dari anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuh akan ikut merintih, merasakan demam, dan tak bisa tidur."

Kini dia tahu bagaimana rasanya lapar bukan karena keharusan berpuasa atau berdiet tetapi karena memang tidak ada yang hendak dimakan. Bagaimana rasanya setiap kepingan uang logam begitu berharga. Bagaimana rasanya bersetubuh dengan bau apek, tikus, kecoa dan sempitnya kamar kontrakan.

Teman…kini kau tidak hanya tau namun kini kau sudah ikut merasakan. Kini apa yang akan kau perbuat untuk sesamamu?

Jakarta, 21 Juni 2007