Monday, April 9, 2007

Kisah Perjalanan Tangse

Saat-saat keberangkatan
Pukul 09.20 (waktu menurut jam tanganku), mobil Mitsubisi L-300 dengan nomor polisi BL 1308 PB tiba dirumahku. Itu adalah mobil penumpang yang akan membawaku menuju Tangse. Kulihat Mila langsung keluar dari dalam mobil dan menyuruhku masuk kedalam mobil.

"Maaf lama, sopirnya jemput penumpang lain dulu, mana mutar-mutar jalannya.” bisik Mila, merasa tidak enak denganku. Bayangkan saja telat 1 jam 20 menit dari jadwal. Ditambah lagi kursi yang seharusnya di isi dengan 3 orang kali ini harus diisi 4 orang. Jadi kebayangkan sempitnya didalam sana.

Untung yang duduk dideretanku orangnya kecil-kecil. Lalu mobil itu melaju lagi. Kukira kali ini langsung berangkat, tidak tahunya menjemput seorang penumpang lagi. Padahal udah padat banget. Kalau dijumlah dari kursi supir ada 3 orang perempuan dewasa ditambah sopir, lalu baris kedua ada aku, Mila, dan sepasang suami istri dan kedua anaknya, baris ketiga ada 4 orang dewasa dan seorang anak kecil dan dibaris keempat (paling belakang) ada 2 orang laki-laki dewasa, jadi keseluruhan adalah 14 orang dewasa dan 3 anak-anak. Padahal standarnya 11 orang dewasa. Untungnya semua jadi tidak terasa karena sepanjang jalan aku dan Mila asyik ngobrol, maklum udah lama tidak jumpa.

***
Hari-hari di Tangse
Pukul 13.20 (masih waktu menurut jam tanganku). Aku tiba dirumah Aziziah (tempat aku nginap). Di desa bernama Krueng Dhot (desa di kecamatan Tangse Kabupaten Aceh Pidie). Kami disambut ramah Azizah dan keluarganya. Setelah salaman dan cipika cipiki (cium pipi kanan- cium pipi kiri) kami langsung disuruh makan.

Bersama keluarga Azizah Dari kiri, mamak, Rizki (adik angkat Azizah), Azizah, aku, Mila, Mansur (adik Azizah), Chairunnisa (adik Azizah)

Setelah sholat, aku dan Mila memutuskan untuk jalan-jalan ke sungai, karena dirumah masih ada kenduri (untuk ayahnya yang sudah almarhum) dan tamu masih berdatangan maka Azizah tidak bisa ikut menemani. Setelah melewati jalan setapak yang menurun, sungai sudah kelihatan. Aku langsung turun. Kulihat ada sepasang sandal tergeletak disitu dan mulai mencari pemiliknya tapi sial, haiks…ternyata ada yang lagi buang hajat (full view) duh malunya. Wah belum apa-apa aku udah sial. Mila langsung cekikikan liat aku yang yang salah tingkah.

Sekarang aku lebih hati-hati kalo mau turun ke sungai liat dulu apakah ada pengunjung lain atau tidak (kebiasaan orang kampung, buang hajat di sungai). Cuaca saat itu mendung, hujan rintik-rintik, tapi kita nekad untuk turun ke sungai. Tidak begitu dalam airnya sehingga kali ini aku memutuskan untuk menyusuri sungai bukan dari tepiannya tapi langsung ditengah-tengah sungai. Asyik, tapi harus hati-hati karena batunya licin. Sempat foto anak-anak lagi mandi juga. Lalu setelah asyik disungai, Mila mengajak untuk mampir ke rumah Cut Bit (panggilan untuk adik mamaknya Azizah). Aku nurut saja. Soalnya aku kan belum pernah kesini. Kalau Mila sudah beberapa kali.

1. Sungai yang berada di belakang rumah Azizah, 2. Anak-anak sekitar yang mandi dan bermain di sungai, 3. Bersama Mila (seneng banget bisa ke Tangse sama-sama)

Sesampainya di rumah Cut Bit kami disuguhi teh dan durian plus lemang (pasangan kalo makan durian) kesukaan Mila, aku tidak ikut makan karena tidak suka durian. Cut Bit orang yang ramah, sepanjang obrolan tertawa terus, aku juga ikut tertawa. Tapi tidak sepatah katapun keluar dari bibirku. Soalnya aku tidak begitu bisa bahasa Aceh. Tapi aku mengerti sebagian besar yang dikatakannya.

Pukul 15.50 (waktu menurut jam tanganku), sepertinya kami harus kembali ke rumah Azizah. Maka kamipun pamit untuk pulang sama Cut Bit. Saat diluar sebagai tamu yang baik aku mesti menggucapkan kata-kata perpisahan. Maka sambil memegang kepala cucu Cut Bit yang kecil aku bilang, “Pulang dulu ya, nanti kami mampir lagi kesini,” serta merta seluruh yang ada disitu jadi diam semua. Seperti ada malaikat lewat. Lalu aku segera sadar kalo mereka tidak mengerti apa yang aku ucapkan (parah banget mereka, sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. Kalau keluarga Azizah semua mengerti bahasa Indonesia). Kontan aku tertawa dan mereka juga ikut tertawa. Lalu penerjemahku (Mila) langsung mengambil alih menjelaskan kepada mereka. Hahahaha...

Mila bersama keluarga Cut Bit (jilbab hijau), kelihatan kan kalau mereka lebih suka pakai kain sarung

Saat maghrib tiba, kami shalat berjamaah. Mamak Azizah bertindak sebagai imam untuk anak-anak cewek. Setelah itu rencananya kita akan mengikuti acara “Dakwah”(ceramah menyambut Maulid) di Meunasah (mushala). Tapi diluar hujan deras banget jadi kayaknya batal untuk ikut menghadiri dakwah. Jadi setelah shalat maghrib aku tidur saja (dingin banget di Tangse, bawaan lapar dan ngantuk). Jangan salah kalo cuma 2 hari di tangse aku udah kelihatan gemuk.
Sekitar jam 21.50 hujan reda, dan kami memutuskan untuk datang ke acara dakwah di Meunasah. Sesampai disana acara dakwah sudah dimulai. Tengku (panggilan untuk ustadz di Aceh) sedang menceritakan sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Aceh. Aku antara tahu dan tidak tetap mendengarkan, dan sekali-sekali coba jepret sana, jepret sini. Tapi hasilnya kurang bagus karena cahaya yang minim banget.

Mengenai Teknologi dan Transportasi

Paling tidak Tangse bukan daerah yang tertinggal banget. Ada listrik, PDAM, jaringan Telp, bahkan dibeberapa rumah ada parabola. Mengenai jaringan untuk HP memang ada, tapi buruk banget.
Selama aku disana baru sewaktu aku akan pulang ada sinyal. Itupun sebatas jaringan dari Telkomsel. Yang bisa kukatakan kalau disana hampir setiap rumah memiliki motor. Orang Aceh mengatakan motor kereta atau Honda (ini bukan menyatakan brand tertentu, tapi Honda itu jadi identik dengan motor untuk orang Aceh. Walaupun kita naik motor dengan merk yang lain tetap dikatakan Honda), dan untuk mobil disebut motor. Jadi jangan heran kalau kamu ke Aceh terus nanya mau kewarung saja mereka naik kereta, itu bukan kereta seperti umumnya yaitu kereta api, tapi kereta yang dimaksud itu motor. Dan saat dikatakan naik motor, yang kamu lihat mereka membawa mobil. Jembatan penghubung di Tangse rata-rata adalah jenis jembatan gantung.

Karena Tangse dikelilingi sungai, dan jembatan gantung banyak digunakan disana. Jalan di tangse sudah beraspal, khususnya jalan Negara. Hanya saja kadang longsong membuat kita akan sulit untuk melewati jalan-jalan itu. Apalagi bila sehabis hujan, harus hati-hati banget.

Sarana MCK

Nah yang bikin aku gak nyaman disana adalah sarana MCK. Kamar mandinya minimalis banget. Dinding kayu yang tidak rapat, antara kayu yang satu dengan yang lain terdapat celah-celah, jadi kalau mau mandi kita harus pakai basahan (kain sarung, karena takut diintip). Terus WC juga begitu. Dan masih banyak rumah-rumah yang tidak memiliki WC sendiri, sehingga sungai menjadi tempat untuk MCK. Kamu juga akan menemuai MCK-MCK mini (sekedar tertutup sekitar satu meter sekelilingnya) di sepanjang jalan di Tangse. Setiap ada mata air, disitu pasti ada MCK mininya. Itu ditujukan untuk pejalan yang tiba-tiba ingin buang air kecil atau whuduk.

Hasil Kebun

Disepanjang jalan yang kulalui menuju kerumah Azizah, kulihat kalau disemua rumah rata-rata memiliki pohon coklat, pinang, kopi, durian, langsat, kelapa. Tapi yang paling banyak dan rata-rata ada yaitu pohon coklat. Dan Durian Tangse sudah sangat terkenal dengan rasanya yang enak dengan daging buah yang tebal. Kalau musim durian tiba maka durian Tangse bakal banyak dicari. Bahkan orang-orang kota rela untuk datang langsung ke Tangse untuk membeli durian dari kebunnya.

Hasil Persawahan

Tangse terkenal dengan berasnya yang sangat enak. Bahkan makan nasi dengan kerupuk saja sudah sangat enak, asalkan berasnya beras Tangse. Makanya jangan heran dua hari disini sudah membuat aku gemuk, makan melulu sih. Sayur-sayurnya juga memiliki mutu yang bagus. Cabai, tomat, kol, adalah beberapa hasil persawahan di Tangse. Itu akan kamu temui sepanjang jalan di Tangse. Sawah yang sedang ditanami padi atau tanaman cepat panen seperti cabai, bawang, kok dll.

Makanan

Masakan Tangse hampir sama dengan masakan Aceh pada umumnya, pedas dan kaya akan rempah-rempah. Walaupun begitu aku masih suka masakan Banda Aceh. Hanya saja di Tangse sangat kurang jajanan. Mungkin orang disini tidak biasa untuk makan makanan kecil. Kamu tidak akan menemukan KFC, pizza, burger, bahkan bakso saja tidak tersedia disana. Selama aku disana aku cuma makan nasi, paling makan mie goreng di warung sewaktu jalan-jalan.

Kebiasaan

kebiasaan orang-orang disini sering pakai ija krung (baca: kain sarung), baik perempuan maupun laki-laki. Tidak boleh pakai baju dan celana yang ketat. Boncengan satu motor cewek-cowok yang bukan pasangan sah (sudah menikah). Kebanyakan laki-lakinya hanya sampai sekolah SMU saja. Lalu banyak menghabiskan waktu di dayah (pesantren). Cita-cita tertinggi mereka menjadi seorang Tengku (baca: ustadz), dan itu juga cita-cita orang tua mereka. Punya anak laki-laki Tengku dan kalau bisa punya menantu seorang Tengku. Seputar itu deh. Itu ku tahu saat bincang-bincang dengan adik Azizah (perbincangan yang aneh: dia ngomong dalam bahasa Aceh, aku jawab bahasa Indonesia, lalu dia balas dengan bahasa Aceh lagi, aku tetap menjawab dengan bahasa Indonesia…hihihi)

Pukul 06.15 keesokan harinya (waktu menurut jam dikamar Azizah). Aku langsung mandi dan segera untuk shalat subuh. Azizah sampai keheranan melihat aku mandi pagi-pagi sekali. Karena dingin banget airnya. Aku bela-belain mandi karena saat itu saat yang paling nyaman untuk mandi (sepi dan yang lain masih pada tidur).

Setelah bantu-bantu nyapu rumah dan cuci piring, kami merencanakan untuk pergi ke Ie Rheut (ie=air, rheut=jatuh, ie rheut=air terjun)Sepanjang perjalanan menawarkan pemandangan yang indah. Untuk menuju kesana kami harus melewati kota kecamatan Tangse (kota diatas bukit). Ie Rheut berada didesa Alue Lhok.

Kira-kira 30 menit dari desa Blang Dhot. Sesampai disana ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Hanya air terjun kecil (menurutku belum bisa dibilang air terjun), tapi pemandangan menuju ke Ie Rheut bagus banget. Lalu kami melanjutkan perjalanan kembali menuju rumah. Karena rencananya siang ini aku akan kembali ke Banda Aceh.


Lagi-lagi sial, karena ternyata mobil yang berangkat ke Banda Aceh siang ini tidak ada. Padahal itu satu-satunya mobil yang menuju ke Banda Aceh siang ini. Aku dan Mila sudah mulai cemas. Karena aku harus kerja besok dan Mila juga harus kuliah. Akhirnya diputuskan untuk nanti malam menunggu mobil dari Meulaboh yang menuju Banda Aceh.

Karena tidak jadi pulang siang itu, maka sorenya aku diajak untuk pergi ke rumah salah satu Tengku untuk menjengguk istrinya yang baru saja melahirkan. Aku setuju tapi karena harus pakai rok, dan aku tidak bawa persediaan rok maka aku batal ikut mereka, tapi Mila ikut. Azizah maksa aku ikut dengan cara aku pakai ija krung (kain sarung). Ogah ah, dari pada disuruh pergi pakai kain sarung mending aku tidur dirumah.

Sehabis magrib aku bersiap-siap untuk berangkat pulang. Tapi diluar hujan deras sekali. Lalu abang Azizah menyarankan untuk pulang besok pagi saja. Karena takut ada longsor. Dan kali ini aku tidak bisa berbuat apa-apa, habis sudah usahaku untuk dapat masuk kantor esok. Dan aku pasrah. Dan untuk besok abang Azizah sudah menbooking tempat untuk mobil yang kami tumpangi (biasa…di dekat pintu di baris kedua).

***
Come home
Sebeeeeeelllll...Mual…Alhamdulillah. Itu tiga kata yang mewakili saat aku berangkat dari Tangse menuju Banda Aceh.
Sebel karena aku tidak dapat tempat duduk yang sesuai dengan pesananku. Mana aku dan Mila duduk terpisah lagi. Aku duduk di baris ketiga dan diapit oleh seorang nenek dan seorang ibu yang gemuk sedangkan Mila tidak kalah sialnya duduk di baris pertama sama supir. Dia diapit oleh wanita gemuk. Ah mana dia kurang enak badan tadi.
Mual karena sepanjang aku dari Tangse sampai Banda Aceh, bau durian memenuhi mobil. Mana jalannya berbelok-belok lagi (jalan khas Tangse). Huek…huek…hampir saja aku muntah. Tapi aku tahan, kepalaku pusing bukan kepalang. Duh durian, engkau makin membuatku semakin tidak suka padamu. Aku memang tidak suka sama durian, baunya itu loh bikin pusing. Tapi mau gimana lagi, soalnya duriannya bukan punya siapa-siapa sih, itu durian kepunyaan Mila (doyan banget tuh anak sama durian). Jadi ya sabar aja. Tapi aku tau kalau dia agak rasa bersalah melihat aku yang merengut sepanjang perjalanan gara-gara bau durian.
Alhamdulillah…itu yang ku ucapkan ketika sampai di rumah. Akhirnya tiba juga dirumah dengan selamat. Dan langsung menelpon kantor untuk memberi kabar pada bos kalo aku baru saja sampai dari Tangse. Alhamdulillah beliau ngerti dan menyuruh aku istirahat saja, tidak usah masuk kerja hari ini. So, istirahat sambil buat laporan perjalanan ini jadi pilihanku.

Buat teman-teman yang ingin aku kunjungi, aku tunggu undangan kalian ya.